Rabu, 10 Februari 2010

HISAB AWAL BULAN QOMARIYAH



HISAB AWAL BULAN QOMARIYAH
SISTEM HAKIKI TADKIKI (KONTEMPORER)
A. PENDAHULUAN
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[1]. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.”(Yunus : 5)
Dari penjelasan ayat di atas tampak jelas bahwasanya Allah menciptakan benda langit seperti matahari dan bulan sebagai petunjuk manusia, khususunya yang berhubungan dengan waktu. Hal ini dikarenakan benda-benda langit tersebut memiliki suatu siklus atau suatu rangkaian perjalanan yang relatif sama pada periode tertentu.[2]
Dari situlah muncul pemikiran bahwa hal-hal terkait dengan dengan falak khususnya dalam penentuan bulan Hijriyah yang objeknya hilal bisa diprediksi dengan suatu perhitungan yang lebih kita kenal dengan istilah Hisab.
Dalam perkembangannya berbagai sisitem atau metode hisab bermunculan dari yang paling sederhana seperti hisab Urfi hingga yang paling yang paling akurat, sehingga dapat digunakan sebagai metode dalam penentuan awal bulan Qomariah seperti hisab hakiki yang terbagi lagi menjadi beberapa metode yakni sistem hisab tahkiki taqribi, sistem hisab hakiki tahkiki dan sistem hisab hakiki tadqiqi (kontemporer).
Melihat kenyataan tersebut, Departemen Agama mengadakan pengklasifikasian terhadap berbagai metode yang sedang berkembang itu berdasarkan tingkat keakuratannya.[3] Yakni seperti yang telah disebutkan di atas. Walaupun demikian, nampaknya pemilahan tersebut belum diterima oleh semua kalangan yang menyatakan bahwa kitab karyanyalah yang paling akurat.

B. PEMBAHASAN
1. Definisi Hisab Kontemporer
Hisab kontemporer atau hisab hakiki tadqiqi merupakan suatu sistem hisab yang menggunakan perhitungan dengan berdasar pada data-data astronomi modern. Sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan. Metodenya sama dengan metode hisab hakiki tahqiqi[4]. Hanya saja sistem koreksinya lebih teliti dan lebih cermat, seperti dengan memperluas dan menambahkan koreksi-koreksi pada gerak bulan dan matahari dengan rumus –rumus spherical trigonmetri (segitiga bola)[5], sehingga hasil yang diperolehpun tidak ada jaminan bahwa bilamana ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam ketika terbenam hilal sudah di atas ufuk (positif)[6], sebagaimana yang terjadi pada akhir Ramadhan 1992, 1993 dan 1994.
Rumus yang dipergunakan untuk menghitung tinggi hilal dalam sistim hisab ini sangat sederhana, yaitu jarak antara ijtima’ dengan ghurub dibagi dua adalah merupakan tinggi hilal saat ghurub. Atau
TINGGI HILAL = Jam Ghurub – Jam Ijtima’ x ½0 .
Sstem hisab hakiki kontemporer sangat beragam, ada yang bisa dikerjakan cukup dengan kalkulator, ada yang juga hanya bisa dikerjakan dengan komputer. Termasuk dalam kelompok ini yaitu: (1) New comb oleh Bidron Hadi Yogyakarta, (2) Almanac Nautika. Sistem ini berisi tabel matahari, bulan, planet, dan bulan, serta data lain dari navigasi laut[7] dikeluarkan oleh TNI AL Dinas Hidro Oseanografi, Jakarta dan diterbitkan setiap tahun oleh Her Majesty’s Nautical Almanac Office, Royal Greenwich Observatory, Cambridge, London, (3) The Astronomical Almanac yang diterbitkan setiap tahun kerjasama dengan Nautical Almanac Office, United Stated Naval Observatory, Washington dengan Majesty’s Nautical Almanac Office Royal Greenwich Observatory, Cambridge, London, (4) Astronomical Tables Of Sun, moon and planets oleh ean Meeus Belgia, (5) Islamic Calender oleh Muhammad Ilyas Malaysia, Ephemeris Hisab dan Rukyah oleh Badan Hisab Rukyah Departemen Agama.[8]
Dalam pembahasan selanjutnya penulis akan mengambil satu contoh dari lima macam sistem yang telah disebutkan di atas yakni Ephemeris Hisab dan Rukyah oleh Badan Hisab Rukyah Departemen Agama.
2. Ephemeris Hisab dan Rukyah
Banyak buku atau sistem hisab awal bulan qomariah yang berkembang di Indonesia. Satu di antaranya adalah sistem Ephemeris Hisab Rukyah. Ephemeris Hisab Rukyah adalah buku yang diterbitkan setiap tahun oleh Departemen Agama RI yang sejak tahun 2005 ditangani oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah. Buku ini memuat data astronomis matahari dan bulan pada setiap jam pada setiap tahun. Data astronomis ini dapat pula dilihat dan dicetak melalui software program WinHisab versi 2.0.[9]
Ephemeris hisab rukyat ini menyediakan beberapa data mengenai matahari dan bulan yang dapat digunakan untuk kegiatan hisab maupun rukyat. Baik untuk menentukan arah kiblat, waktu-waktu sholat, awal bulan qomariah dan gerhana.
Data matahari yang disediakan adalah bujur matahari, lintang astronomi, asensio rekta, deklinasi, jarak geosentris, semi diameter, kemiringan ekliptika dan perata waktu. Sedangkan data bulan yang disediakan adalah bujur astronomi, lintang astronomi, asensio rekta, deklinasi, horizontal paralaks, semi diameter, sudut kemiringan bulan, dan luas cahaya bulan.
· DATA MATAHARI
v Bujur Astronomi
Bujur astronomi dikenal dalam bahasa Inggris dengan Ecliptic Longitude atau yang dikenal pula dengan istilah Taqwim atau Thul. Data disini adalah bujur astronomi matahari atau Thulus Syams, yakni jarak matahari dari titik aries diukur sepanjang lingkaran ekliptika.
v Lintang Astronomi
Lintang astronomi atau Ecliptic Latitude dalam istilah arabnya lebih dikenal dengan dengan Ardlusy Syams. Data ini adalah jarak titik pusat matahari dari lingkaran ekliptika. Sebetulnya ekliptika itu sendiri adalah lingkaran yang ditempuh oleh gerak semu matahair secara tahunan. Oleh karena itu, matahari seolah-olah selalu berada di lingkaran ekliptika. Namun karena jalannya tidak persis, sehingga ada sedikit geseran. Keadaan seperti ini dapat dapat dilihat pada nilai ecliptic latitude yang selalu mendekati nol. Karena nilai-nilai yang sangat kecil sehingga banyak sistem perhitungan yang mengabaikan nilai data ini.


v Asensio Rekta[10]
Nama lain dari Asensio Rekta ialah Apparent Right Ascension, panjatan tegak atau Ash-Shu’udul Mustaqim atau pula Al-Mathali’ul Biladiyah. Asensio Rekta merupakan jarak matahari dari titik aries (hamal) diukur sepanjang lingkaran equator.
v Deklinasi Matahari
Deklinasi matahari (Apparent Declination) yang dalam bahasa Arab lebih dikenal dengan isltilah Mail Syams adalah jarak matahari dari equator. Bila nilai deklinasi positif berarti matahari berada disebelah utara equator. Namun bila nilai deklinasi negatif berarti matahari berada disebelah selatan equator.
v Jarak Geosentrik
Data ini menggambarkan jarak antara bumi dan matahari dalam satuan AU (Astronomical Unit). Oleh karena bumi mengelilingi matahari tidak merupakan bulat bola, malainkan berbentuk ellips (menyerupai bulat telur), sehingga terkadang dekat dan terkadang jauh. Jarak terdekat antara bumi dengan matahari disebut Perigee, sedangkan jarak terjauhnya disebut Apogee.
v Semi Diameter
Semi diameter dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan jari-jari. Data di sini adalah jari-jari matahari yang dikenal pula dengan Nifsu Quthr Syams yakni jarak titik pusat matahari dengan piringan luarnya.
v Kemiringan Ekliptika
Kemiringan ekliptika dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan istilah True Obliquity, sedangkan dalam istilah Arabnya dikenal dengan istilah Maill Kull atau Maill A’dhom yakni kemiringan ekliptika dari equator
v Perata Waktu
Nama lain dari perata waktu ialah Equation of Time yang dikenal pula dengan Ta’dil Waqt atau Ta’dil Syams yakni selisih antara kulminasi matahari hakiki dengan kulnimasi matahari rata-rata. Data ini biasanya dinyatakan dengan huruf ”e” kecil.
· DATA BULAN
v Bujur Astronomi Bulan
Bujur astronomi bulan atau Thulul Qamar yaitu jarak dari titik aries sampai titik perpotongan antara lingkaran kutub ekliptika yang melewati bulan dengan lingkaran ekliptika
v Lintang Astronomi Bulan
Lintang astronomi bulan atau ’Ardlul Qamar yaitu antara bulan dengan lingkaran ekliptika diukur sepanjang lingkaran ekliptika.[11]
v Asensio Rekta Bulan
Asensio Rekta Bulan (Apparent Right Ascention) yang lebih dikenal dengan istilah panjatan tegak atau Ash-Shu’udul Mustaqim atau pula Al-Matholi’ul Biladiyah adalah jarak titik pusat bulan dari titik aries diukur sepanjang lingkaran equator.
v Deklinasi Bulan
Deklinasi bulan atau Mailul Qamar atau juga Apprent Declination adalah jarak bulan dari equator sepanjang lingkaran deklinasi.
v Horizontal Paralaks
Horizontal paralaks (beda lihat = Ikhtilaful Mandhor) adalah sudut antara garis yang ditarik dari titik pusat bulan ketika di ufuk ke titik pusat bumi dan garis yang ditarik dari titik pusat bulan ketika itu ke permukaan bumi.
v Semi Diameter
Semi diameter (jari-jari piringan bulan = Nisfu Qutharil Qamar) yaitu jarak antara titik pusat bulan dengan piringan luarnya.
v Sudut Kemiringan Bulan
Sudut kemiringan bulan atau Angle Bright Limb adalah kemiringan piringan hilal yang memancarkan sinar sebagai akibat arah posisi hilal dari matahari. Sudut ini diukur dari garis yang menghubungkan titik pusat hilal dengan titik zenith ke garis yang menghubungkan titik pusat hilal dengan titik pusat matahari searah jarum jam.
v Luas Cahaya Bulan
Luas Cahaya Bulan (Phase Bulan) atau yang lebih kita kenal dengan Fraction Illumination, yaitu luas piringan bulan yang menerima sinar matahari yang menghadap ke bumi.[12]

3. Langkah- Langkah Contoh Perhitungan Awal Bulan Syawal 1433 H. Dengan Sistem Ephemeris

LANGKAH-LANGKAH DAN CONTOH HISAB HAKIKI SISTIM EPHEMERIS UNTUK AWAL SYAWAL 1433 H.
DENGAN MARKAZ MENARA MASJID AGUNG
JAWA TENGAH
(BT. 1100 26’ 38”, f = -60 59’ 23”, h = 95 M)

A. Lakukan konversi dari Hijriyah ke Masehi 29 Ramadhan 1433 H. dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Sampai dengan akhir Zulhijjah 1432H.
1432 : 30 = 47 DH = 47 x 10631 = 499.657h
sisanya = 22 tahun[13] = 22 x 354 + 8 (k)[14] = 7.796h
2. . Akhir Zulhijjah 1437 H. s/d. 29 Rmdh. 1432 H. = 265h[15]
Jumlah = 507.718h
3. Perbedaan Hijriyah – Masehi = 227.012 h +
Jumlah = 734.730h : 1461
4.. = 502 DM. ( 502 x 1461 ) = 733.422h -
sisa = 1.308h : 365
5. = 3 th M ( 3 X 365 ) = 1.095h -
sisa = 213h
6. Tahun 1 M + 502 x 4 + 3 th = Th. 2012 M.
7. Anggaran Consili dan Gregorius ( 3+10 + 3 ) = 16h +
Jumlah = 229h : 30
8. = 7 (Juli 2012) jumlah hari akhir Juli 2012 M = 213h[16] -
sisa = 16h
9. = sisa 16 adalah 16 Agustus 2012 M.

Berarti menurut Hisab Urfi 29 Ramadhan 1433 H. bertepatan hari Kamis Pahing tanggal 16 Agustus 2012 M.
Hari dan pasarannya adalah Kamis Pahing (pengecekan dengan tabel Almanak Sepanjang Masa-oleh Slamet Hambali). Antara hisab urfi dengan hisab hakiki kadangkala bersamaan kadang kala mendahului satu hari
B. Menentukan terjadinya ijtima’ akhir Ramadhan 1433 H. yang diperkirakan terjadi antara tanggal 16 atau 17 Agustus 2012 M. Dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perhatikan Fraction Illumination (cahaya bulan) terkecil dari Ephemeris 2012 pada bulan Agustus, pada tanggal 16 dan 17 Agustus 2012 M. Cahaya bulan terendah diperoleh pada tanggal 17 Agustus 2012 M. pk. 15 GMT, pk. 16 GMT dan pk. 17 GMT. yaitu 0,00191 kemudian 0.00190 dan 0.00192 Setelah itu perhatikan Ecliptic Longitude Matahari (EL) dan Apparent Longitude Bulan (AL) pada jam-jam tersebut dan pilih yang cocok, yaitu yang pertama AL harus lebih kecil dari EL dan yang kedua AL harus lebih besar dari EL. Dalam hal ini ternyata ijtima’ terjadi antara pukul 15 GMT dan 16 GMT atau antara pk.22 WIB dan pk. 23 WIB.
JAM GMT EL AL
15 1450 06’ 02” 1440 36’ 59”
16 1450 08’ 26” 1450 10’ 36”
Kemudian lakukan interpolasi dengan rumus sebagai berikut:
IJTIMA’ = J1 + ((EL1 – AL1) ¸ ((AL2 – AL1) – (EL2 – EL1)))
= pk. 15 + ((1450 06’ 02”– 1440 36’ 59”) ¸ ((1450 10’ 36” - 1440 36’ 59”) – (1450 08’ 26” - 1450 06’ 02”)))
= pk. 15. 55. 50.13 GMT + 7j
= pk. 22. 55. 50.13 WIB
Berarti IJTIMA’ akhir Ramadhan 1433 H. terjadi hari Jum’at Pon, tanggal 17 Agustus 2012 M. pk. 22. 55. 50.13 WIB
C. Menentukan terbenam Matahari di Menara Masjid Agung Jawa Tengah pada tanggal 29 Ramadhan 1433 H./17 Agustus 2012 M. dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Hitung tinggi Matahari saat terbenam ( h0 ) dengan rumus:
h0 = - ( ku + ref + sd )
ku adalah kerendahan ufuk dapat diperoleh dengan rumus:
- ku = 00 1’.76 Ö h
= 00 1’.76 Ö 95 m
= 00 17’ 09,26
- ref = 00 34’(refraksi/pembiasan tertinggi saat ghurub)
- sd = 00 16’ semi diameter matahari rata-rata.
h0 = - ( ku + ref + sd )
= - ( 00 17’ 09”.26 + 00 34’ + 00 16’ )
= - 10 7’ 9,26’’
2. Tentukan deklinasi matahari ( d0 ) dan equation of time ( e ) pada tanggal 29 Ramadhan 1433 H./ 17 Agustus 2012 M. saat ghurub di Menara Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang dengan prakiraan (taqriby) maghrib kurang lebih pk. 18 WIB ( 11 GMT ), diperoleh:
d0 = +130 12’ 26” dan e = - 00j 3m 59d.
3. Tentukan sudut waktu matahari (t0) prakiraan (taqriby) saat terbenam dengan rumus:
Cos t0 = sin h0 ¸ cos fx ¸ cos d0 - tan fx tan d0 .
= sin -10 7’ 9,26 ¸ cos -60 59’ 23” ¸ cos 130 12’ 26”– tan-60 59’ 23”x tan 130 12’ 26”
t0 = 890 30’ 34,69”
= +5j 58m 2,31”
4. Terbenam matahari = pk. 12 + (+5j 58m 2,31d)
= pk. 17. 58. 2,31 WH – e + ( BTd –BTx )
= pk.17. 58.2,31 – (-00j 3m 59d) + (1050-1100 26’ 38”):15
= pk. 17. 40. 14,78 WIB.
5. Tentukan deklinasi matahari ( d0 ) dan equation of time ( e ) pada tanggal 29 Ramadhan 1433 H./ 17 Agustus 2012 M. saat ghurub di Menara Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang yang sesungguhnya (hakiki), yaitu pk. 17. 40. 14,78 WIB dengan melakukan interpolasi sebagai berikut:
6. Deklinasi matahari ( d0 ) pk. 17. 40. 14,78 WIB. dengan rumus :
d0 = d01 + k (d02 -d01 )
d01 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = +130 13’ 14”
d02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = +130 12’ 26”
k ( selisih waktu ) = 00j 40m 14.78d
d( = +130 13’ 14”+ 00j 40m 14.78d x (130 12’ 26”- 130 13’ 14”)
= +130 12’ 41,8”
7. Equation of Time ( e ) pk. 17. 40. 14,78 WIB. dengan rumus:
e = e1 + k (e2 - e1 )
e1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = - 00j 03m 60d
e2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = - 00j 03m 59d
k ( selisih waktu ) = 00j 40m 14.78d
e = -00j 03m 60d + 00j 40m 14.78d x (- 00j 03m 59d –(-00j 03m 60d))
= -0j 03m 59,33”
8. Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) sesungguhnya ( hakiki ), saat terbenam dengan rumus:
Cos t0 = sin h0 ¸ cos fx ¸ cos d0 - tan fx tan d0 .
= sin-10 7’ 9,26” ¸ cos -60 59’ 23” ¸ cos 130 12’ 41,8” –
tan-60 59’ 23” x tan 130 12’ 41,8”
t0 = 890 30’ 32,72’’
= +5j 58m 2,18 d
9. Terbenam matahari = pk. 12 + (+5j 58m 2,18 d )
= pk. 17. 58. 02,18 WH – e + ( BTd –BTx ) : 15
= pk. 17. 58. 02,18 – (-0j 03m 59,33”) + (1050-1100 26’ 38” ) : 15
= pk. 17. 40. 14,98 WIB.
D. Menghitung Azimuth Matahari ( Az0 ) saat ghurub pk. 17. 41. 50 Wib ( pk. 10. 41. 50 GMT ) dengan rumus:
Cotan A0 = tan d0 cos fx : sin t – sin fx : tan t0.
= tan 130 12’ 41,8”x cos -60 59’ 23” ¸ sin 890 30’ 32,72’’ – sin -60 59’ 23” ¸ tan 890 30’ 32,72’’
A0 = 760 49’ 33,8’’ ( UB )
Azimuth Matahari ( Az0 ) = 3600 - 760 49’ 33,8’’
= 2830 10’ 26,2”
E. Menentukan Right Ascension Matahari (ARA0) pk.17.40.14,98 WIB (pk. 10. 40. 14,98 GMT ) dengan rumus interpolasi sebagai berikut:
ARA0 = ARA01 + k ( ARA02 – ARA01 )
ARA01 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 1470 11’ 01”
ARA02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 1470 13’ 21”
k ( selisih waktu ) = 00j 40m 14,98d
ARA0 = 1470 11’ 01” + 00j 40m 14,98d x (1470 13’ 21” - 1470 11’ 01”)
= 1470 12’ 34,9”
F. Menentukan Right Acsension Bulan ( ARA( ) pk. 17.40.14,98 WIB ( pk. 10.40.14,98 GMT ) dengan rumus interpolasi sebagai berikut:
ARA( = ARA(1 + k ( ARA(2 – ARA(1 )
ARA(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 1420 34’ 39”
ARA(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 1430 06’ 33”
k ( selisih waktu ) = 00j 40m 14,98d
ARA( = 1420 34’ 39” + 00j 40m 14,98d x (1430 06’ 33”– 1420 34’ 39”)
= 1420 56’ 2,96”
G. Menentukan Sudut Waktu Bulan (t() pk.17.40.14,98 WIB (pk.10. 40.14,98 GMT ) dengan rumus sebagai berikut:
t( = ARA0 + t0 - ARA(
= 1470 12’ 34,9” + 910 7’ 44,73” - 1420 56’ 2,96”
= 950 24’ 16,67”
H. Menentukan deklinasi Bulan ( d( ) pk. 17.40.14,98 WIB (10.40.14,98 GMT) dengan menggunakan rumus interpolasi sebagai berikut:
d( = d(1 + k (d(2 -d(1 )
d(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 090 32’ 53”
d(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 090 21’ 50”
k ( selisih waktu ) = 00j 40m 14,98d
d( = 090 32’ 53” + 00j 40m 14,98d x (090 21’ 50”- 090 32’ 53”)
= 090 25’ 28,24"
I. Menentukan Tinggi Bulan Hakiki ( h’( ) dengan menggunakan rumus:
Sin h( = sin fx sin d( + cos fx cos d( cos t( .
Sin h( = sin -60 59’ 23” x sin 090 25’ 28,24" + cos -60 59’ 23” x cos 090 25’ 28,24" x cos 950 24’ 16,67”
h( = -060 26’ 22,11 ( tinggi hilal hakiki )
Karena tinggi hilal hakiki yang dihasilkan masih minus, maka dapat dipastikan tinggi hilal mar’i juga minus (hilal masih berada di bawah ufuk). Hal ini berarti awal Syawal 1433 jatuh pada hari Sabtu Wage, tanggal 18 Agustus 2012.

4. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya benda langit khusunya matahari dan bulan diciptakan oleh Allah tak lain adalah sebagai petunjuk terhadap waktu. Karena benda-benda langit dalam melakukan pergerakannya selalu relatif sama pada periode tertentu. Dalam kaitannya dengan penentuan awal bulan Qomariah yang objek sasaran utamanya adalah bulan, maka orang berpikir dan melakukan berbagai penelitian untuk membuat suatu sistem perhitungan yang sesuai dengan perjalanan bulan itu sendiri. Kemudian kesimpulan yang kedua ialah dalam perkembangannya sistem hisab semakin teruji keakuratannya walaupun memang belum bisa menjamin keqoth’iannya ketika dibuktikan dengan rukyah. Sebut saja hisab hakiki kontemporer yang memang telah menggunakan hasil penelitian terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan, sehingga sampai saat ini sistem inilah yang diakui banyak kalangan sebagai sistem hisab yang paling akurat, bahkan sebagian golongan menggunakan sistem ini untuk penentuan awal bulan qomariah.
5. Penutup

Alhamdulillah tugas pembuatan makalah yang sangat sederhana ini telah kami susun. Dan kami menyadari bahwa didalamnya masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu apabila terdapat kesalahan baik dalam tulisan, komentar, atau referensinya yang kurang sesuai kami sangat mengharapkan kebesaran hati para pembaca, dosen pembimbing, teman-teman seperjuangan untuk menyampakan kritik, saran, dan komentar yang bersifat konstruktif positif demi kesempurnaan makalah ini. Semoga melalui media ini, mudah-mudahan Allah memberikan manfaat, taufik, dan hidayahnya kepada kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Susiknan, Ilmu Falak Perjumpaan khazanah islam dan sains modern, 2007, Cet II, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
, Ensiklopedi Hisab Rukyah Edisi Revisi, 2008, Cet.II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Buku Orientasi Hisab Rukyah Se-Jawa Tengah Pondok Pesantren Daarun Najaah pada tanggal 28-30 Nopember 2008 di Islamic Center
Ephemeris Hisab Rukyah 2009, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI
Izzuddin, Ahmad, Zubair Umar Al-Jaelani Dalam Sejarah Pemikiran Hisab Rukyah Di Indonesia, 2002, mendapat bantuan biaya dari proyek PTA/ IAIN Walisongo Semarang
, , Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi Permasalahannya), 2006, Komala Grafika dengan IAIN Walisongo Semarang: Semarang
, Fiqh Hisab Rukyah menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, 2007, Jakarta: Erlangga
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek Edisi Revisi, tt, Cet. III, Buana Pustaka: Yogyakarta
Murtadho, Moh, Ilmu Falak Praktis, 2008, Malang: UIN-Malang Press
http://www.encyclopedia.com/doc/1O80-AstronomicalAlmanacThe.html

[1]Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah.
[2] Seperti halnya bulan. Bulan beredar mengelilingi bumi, memerlukan waktu 27,32166 hari atau 27h 7j 43m 11,42d. Waktu edar ini dinamakan periode sideris. Lama waktu antara dua konjungsi (ijtima' ) ini dikenal dengan nama periode sinodis (asy-Syahru al-Qamari), dan periode sinodis inilah yang menjadi kerangka dasar kalender hijriyah. Oleh karena itu umur bulan hijriyah bervariasi antara 29 dan 30 hari. Periode sinodis tidak sama dengan periode sideris, karena bumi tidak tinggal diam tetapi berevolusi mengelilingi matahari. Periode sinodis dalam bahasa Inggris dikenal dengan Synodic Period. Lih Dr. Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan khazanah islam dan sains modern, 2007, Cet II, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Hal. 18
[3] Pemilahan tersebut muncul dalam forum Seminar Sehari Hisab Rukyah tanggal 27 April 1992 di Tugu, Bogor yang diselenggarakan oleh Departemen Agama RI, Lih. Ahmad Izzuddin, Zubair Umar Al-Jaelani Dalam Sejarah Pemikiran Hisab Rukyah Di Indonesia, 2002, mendapat bantuan biaya dari proyek PTA/ IAIN Walisongo Semarang, Hal. 52
[4] Alasan yang mendasari pernyataan ini adalah bahwasanya kitab Al-Khulasah al-Wafiyah karya Zubair Umar al-Jaelani yang termasuk dalam klasifikasi sistem hisab hakiki tahqiqi memiliki konsep yang tidak jauh berbeda dengan beberapa konsep yang dikembangkan hisab hakiki kontemporer yang notabenennya setiap tahun diadakan penelitian. Misalnya dalam konsep lintang dan bujur Makkah 21025’ LU dan bujurnya 39050’ BT. Konsep tersebut ternyata tidak jauh berbeda dengan konsep hisab hakiki kontemporer, seperti Islamic Calender menunjukkan 210 LU dan 400 BT. Sedangkan berdasarkan GPS (Global Position Sistem) menunjukkan 210 25’ 14,17’’ LU dan 390 49’ 41’’ BT. Sedangkan data yang terdapat dalam Atlas PR Bos menunjukkan 210 30’ LU dan 390 54’ BT. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam buku Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi Permasalahannya), 2006, Komala Grafika dengan IAIN Walisongo Semarang: Semarang, Hal. 145
[5] Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, 2008, Malang: UIN-Malang Press, hal. 227
[6] Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang ada dalam sistem hisab hakiki taqribi, yakni bilamana ijtima’ terjadi Bilamana ijtima’ terjadi sebelum Matahari terbenam dalam sistim hisab ini dipastikan ketika Matahari terbenam hilal sudah di atas ufuk (positip), dan sebaliknya bilamana ijtima’ terjadi setelah Matahari terbenam ketika Matahari terbenam dipastikan hilal masih di bawah ufuk (negatif). Hal ini sebagaimana disampaikan dalam dalam Orientasi Hisab Rukyah Se-Jawa Tengah Pondok Pesantren Daarun Najaah pada tanggal 28-30 Nopember 2008 di Islamic Center pada hal. 1-2
[7] http://www.encyclopedia.com/doc/1O80-AstronomicalAlmanacThe.html
[8] Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, 2007, Jakarta: Erlangga, Hal. 29
[9] Lih. Muhyiddin khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek Edisi Revisi, tt, Cet. III, Buana Pustaka: Yogyakarta, hal. 152-153
[10] Data ini diperlukan antara lain dalam perhitungan ijtima, ketinggian hilal dan gerhana. Lih. Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah Edisi Revisi, 2008, Cet.II, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal. 33.
[11] Nilai maksimum lintang astronomi bulan adalah 50 8’ (lima derajad delapan menit). Nilai posotif berarti bulan berada di utara Ekliptika, dan nilai negatif berarti bulan berada di sebelah selatan Ekliptika.
[12] Jika seluruh piringan bulan yang menerima sinar matahari terlihat dari bumi, maka bentuknya akan berupa “bulatan penuh”. Dalam keadaaan seperti ini nilai Fraction Illuminationaadalah satu , yaitu persis pada saat puncak bulan purnama. Sedangkan jika bumi, bulan dan matahari sedang persis berada pada garis lurus, maka akan terjadi gerhana matahari total. Dalam keadaan seperti ini nilai Fraction Illumination bulan adalah nol. Setelah bulan purnama, nilai Fraction Illumination akan semakin mengecil sampai pada nilai yang terkecil, yaitu pada saat ijtima’ dan setelah itu nilai Fraction Illumination akan semakin membesar sampai mencapai nilai satu pada bulan purnama. Dengan demikian, data Fraction Illumination ini dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui kapan terjadinya ijtima’ dan kapan bulan purnama terjadi (istiqbal). Demikian pula saat first quarter dan last quarter dari bulan dapat diketahui, yaitu dengan mencari nilai Fraction Illumination sebesar 0,5. Lih. Ephemeris Hisab Rukyah 2009, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, hal. 4
[13] Sisa 22 tahun berasal dari hasil perhitungan 1432 : 30 = 47,66666667 – 47 = 0,66666667x30 = 22
[14] Di tambah 8 hari karena dalam 22 th terdapat 8 tahun kabisat. Untuk mengetahui jumlah tahun kabisatnya, angka tahun di bagi 30 jika sisanya terdapat angka 2,5,7,10,13,15,18,21,24,26,dan 29. Umur bulan Dulhijjah untuk tahun kasibat 30 hari.
[15] Untuk jumlah hari Hijriyah tidak ada pengelompokan antara tahun kabisat dengan tahun basithoh, yakni semuanya sama = Muharram (30), Shofar (59), Robi’ul Awal (89), Robi’ul Akhir (118), Jumadil Awal (148), Jumadil Akhir(177), Rajab (207), Sya’ban (236), Romadhon (266), Syawal (295), Dzulqo’dah (325) dan Dzulhijjah (355).
[16] Untuk jumlah hari Masehi Basitoh / Kabisat = Januari (31), Februari (59/60), Maret (90/91), April (120/121), Mei (151/152), Juni( 181/182), Juli (212/213), Agustus (243/244), Sept (273/274), Okt (304/305), Nop (334/335), Des (365/366). Berdasarkan data tersebut maka jumlah hari sampai bulan Juli adalah 213. Hal ini dikarenakan tahun 2012 merupakan tahun kabisat.